Kyai
Prabu setiap minggu meloloskan diri untuk pergi ke Majalengka . Beliau mengajari Ki
Rangga bagaimana jalan untuk mendekatkan diri kepada sang Maha Pencipta melalui
thalabul 'ilmi atau menuntut ilmu . Ki
Rangga atau Saparudin banyak mengambil ilmu dan hikmah dari semua yang telah
terjadi pada dirinya. Masa lalu kelam tidak menjadikannya pesimis untuk terus
berjalan ke depan. Ke arah kebenaran Illahi. Umurnya sudah tua untuk mencari
ilmu di pesantren. Jadi, dia hanya
belajar dari Kyai Prabu dan Kyai Panglima. Maklum, Ki Rangga sudah berumur
sekitar setengah abad. Dari kedua orang yang lebih muda darinya itu, membuat Ki
Rangga kembali ke masa-masa mudanya dulu. Beringas, keras kepala, dan selalu
semangat. Ki Rangga sudah dianggap sebagai orang yang sudah sepuh. Ki Rangga dinilai sudah cukup dan
dianggap bukan murid, melainkan sebagai guru. Maka dari itu Kyai Prabu berniat
untuk mendirikan sebuah pesantren yang kelak dipimpin oleh Ki Rangga.
Kyai Prabu memiliki gambaran sebuah
konsep pesantren yang mirip dengan Pesantren Ki Ageng Putihrikma di Jakarta. Beliau
memiliki ide untuk mendirikan satu lagi pesantren yang terikat dengan Yayasan
Pondok Pesantren " Ki Ageng
Putihrikma " yang berpusat di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Namun,
sang calon pemimpin merasa belum siap dengan tanggungjawab yang akan
ditopangnya.
"
Saya merasa belum siap, Kyai. Saya masih kosong. " ucap Ki Rangga.
" Anda sudah memiliki isi, bahkan
sangat lebih. Melebihi saya, jadi saya kira anda bisa memimpin pesantren yang
akan dibangun. " jawab Kyai Prabu.
Kyai Prabu menghubungi pimpinan
pesantren di Jakarta untuk membicarakan tentang pesantren baru yang akan
dipimpin oleh Ki Rangga. Lokasi yang tepat untuk pesantren baru adalah diantara
Jakarta dan Solo. Di Jakarta sudah ada Ponpes " Ki Ageng Putihrikma Jakarta ", sedangkan di Solo sudah ada
Ponpes " Ki Ageng Putihrikma Solo
". Akhirnya, Kyai Nuh Abdullah sebagai salah satu Dewan Yayasan
mengusulkan lokasi kota Kuningan sebagai lokasi pesantren baru. Apalagi, kediaman
Ki Rangga tidak terlalu jauh dari kota Kuningan. Kediaman beliau berada di desa
Ciputih kota Majalengka. Maka telah diputuskan oleh Dewan Yayasan Pondok
Pesantren " Ki Ageng Putihrikma ", pesantren baru akan dibangun di
kota Kuningan. Tepatnya di tanah seluas 200 m × 200 m desa Karangbolong Tuban. Tanah
itu adalah wakaf dari keluarga besar Wak Ujang. Pesantren tersebut
dibangun dengan iuran para anggota Dewan Yayasan dan donasi dari Pak Kris. Dana
telah terkumpul sebanyak Rp 2 milyar. Cukup untuk menyewa mesin cor dan para
pekerja bangunan. Material merupakan sedekah dari Kyai Luqman. Beliau sukses
dalam usaha penjualan bahan bangunannya.
Dalam 1 tahun pembangunan, pesantren
baru telah terbangun. Tinggal memberikan nama yang cocok. Atas usul dari Kyai Prabu,
pesantren tersebut diberi nama Pesantren " Ki Ageng Putihrikma Sunda ". Nantinya pesantren tersebut akan
menjadi pusat kebudayaan Sunda bagi para santri. Ki Rangga naik menjadi
pemimpin pesantren tersebut. Nama " Ki
Rangga " diubah oleh Kyai Panglima menjadi " Kyai Shafar ", sesuai dengan nama aslinya. Kini ada 4
pesantren milik Yayasan Pesantren Putihrikma-Gedhe Geni yang telah berdiri di
tanah Jawa. Satu pesantren di Pacitan, satu lagi di Solo, yang baru ada di
Kuningan, dan pusatnya berada di Jakarta ibukota Republik Indonesia.
Ada satu orang
santriwati yang paling menonjol di pesantren baru. Murid yang merupakan
santriwati kelahiran Kuningan. Suaranya merdu, sangat cocok melantunkan
shalawat dan lagu-lagu dangdut. Wajahnya imut nan manis, memikat hati para
santriwan. Gaya bicaranya itu sangat menggemaskan. Gaya bicara khas Sunda
dengan aksennya. Kyai Panglima juga terkesan dengan santriwati tersebut.
Sebenarnya, siapakah santriwati itu?
Berkomentarlah sesuai artikel
Silahkan tinggalkan pesan Sobat di sini. Segala bentuk masukan dan arahan yang membangun bagi saya. saya ucapkan terimakasih.
Salam blogger
Terimakasih ^_^ ConversionConversion EmoticonEmoticon